*Jakarta Ramaaiiii~ Hati ku sepi~
Selamat datang di
kota Jakarta! Kota megah yang siap menyambutmu hangat dengan gemerlap lampu
gedung tinggi dan soroton tajam dari berbagai jenis kendaraan.
Kamu sekarang
tepat berada di bawah langit Jakarta yang kadang terlalu mendung atau mungkin
terlalu terik.
Ketika datang ke
kota ini, saya tahu bahwa ada banyak kesedihan di bawah langit yang tampak abu.
Ada banyak muka-muka (terlalu) lelah penuh masalah, dan ada banyak rindu dari
setiap mata-mata sendu.
Saya percaya bahwa
di bawah langit manapun kamu berada, maka masalah akan selalu tetap ada. Tapi
disini berbeda. Mungkin salahkan saja saya yang memilih lingkungan yang salah
dimana terlalu banyak hal-hal menyedihkan yang mengibakan hati saya.
Jakarta adalah
pusat kota, maka tak salah jika semua jenis perkara dapat berpusat disini. Kamu
tak boleh mengakrabi kata lelah jika ingin terus bertahan di sini.
Dalam terangnya
lampu, dan sirnanya cahaya matahari masih banyak orang-orang yang masih mencari
bekal hidup minggu ini, atau mungkin baru saja pulang melewati sekian banyak
tiang listrik karena jauhnya perjalanan sampai ke rumah mereka yang jauh dan
tidak terlalu besar.
Esoknya sebelum
ayam bahkan membangunkan banyak orang, bahkan sebelum muadzin sempat
menepuk-nepuk microphone untuk mulai
berkumandang, sebagian manusia yang lain yang mungkin baru saja beristirahat
sudah kembali berada di pintu masuk stasiun kereta, kembali soal perihal yang
sama. Setiap harinya. Inilah Jakarta, kawan. Tak boleh ada kata lelah. Jika
lelah maka pulang saja. Jangan kembali mengais setiap sen di bawah langit kota
ini.
Saya masih sedikit
beruntung, bisa bangun lebih siang meski dengan membayar lebih.
Suatu ketika, saya
pulang, menggerutui kota kesepian ini. Suatu ketika saya pulang, melihat sebuah
senyum dengan penuh semangat melewati lorong di depan hadapan saya. Saya yakin,
laki-laki tua ini lebih tua dari kakek saya sendiri. Saya yakin dua kotak kayu
yang dibawanya jauh lebih berat daripada tas ransel isi dompet dan pulpen milik
saya. Seketika dia berhenti, menghapus keringatnya. Seketika dia berhenti,
kembali menyulam rejeki dari sepatu-sepatu rusak yang disodorkan kepadanya.
"If only you
could step in my shoes", pasti Bapak tua paham betul istilah ini :)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu ketika, saya
yang bosan berencana pergi ke tempat dimana orang-orang bahagia, baik nyata
atau tidak, berkumpul. Sebagian tersenyum membawa paper
bag merk mahal, sebagian lagi tertawa dengan satu cangkir kopi di
hadapan mereka, dan yang lainnya saling bercerita di tempat makan yang setiap
bentuk pelayanannya bernilai 5% atau lebih dari total pembayaran dengan pajak
10% sebagai bentuk kewajiban.
Iya, saya kesini
untuk memastikan bahwa sayapun bagian dari orang-orang yang berbahagia ini.
Saya bagian dari komunitas mereka, nyata atau tidak.
Saya menunggu
taksi di pinggir jalan lamaaaa sekaliii.... Semua taksi sudah punya tujuan dari
beberepa orang dikursi belakangnya.
Taksi kosong yang
lewat tak banyak saya kenal namanya. Entah siapa yang ingin naik taksi mereka
jika tidak terpaksa. Entah berapa rupiah yang akhirnya bisa dibawa mereka ke
rumah jika semua orang seperti saya.
:(
Akhirnya taksi
biru tak berpenumpang lewat di hadapan
saya. Saya tidak akan pernah lupa hari itu.
Sang supir menyapa
saya dengan ramah menanyakan arah tujuan saya dan menawarkan rute pilihannya.
Alkisah, dia baru
saja melewati rute lain yang tak kalah macetnya berpenumpang laki-laki asing
dari negeri lain, tepat sebelum saya. Laki-laki asing tadi ternyata tak
hentinya menggerutui Indonesia, nyaris menghinakan, hanya soal macet yang setiap
hari nyatanya memang harus kita hadapi. Si supir bercerita bagaimana dia
menenangkan penumpangnya sekaligus membela negaranya. Satu kesan yang saya
tangkap, Supir taksi yang sedang bercerita dan membawa saya ke tempat yang saya
tuju ini sangat menguasai bahasa inggris. Pilihan kata yang yang ia pilihpun
tidak main-main. Bahasa indonengsia yang dia gunakan pun punya tingkat
kesopanan luar biasa. Saya yakin bapak inii berpendidikan tinggi dan berakhir
menjadi seorang supir taksi sebagai pekerjaan utamanya.
Masih dibawah
langit yang sama dan di dalam taksi yang sama..............
(continue to next
part)
0 komentar:
Posting Komentar